Islam merupakan sebuah agama yang unik, dan mencangkup seluruh aspek kehidupan. Termasuk didalamnya kehidupan hukum dan bernegara. Didalam Al-Qur’an yang menjadi pedoman umat muslim, agam islam tidak mengenal pemisahan agama dan kehidupan bermasyarakat atau lebih dikenal dengan faham sekularisme. Karena islam menyetarakan antara kehidupan manusia dengan segala aspek didalamnya.
Dalam sejarah
islam, pada dasarnya para cendekiawan muslim sudah berfikir tentang tata negara
dan kehidupan bernegara jauh sebelum para pemikir barat menyatakan pemikiran
mereka beserta teori-teorinya. Karena kehidupan bernegara dengan tatanan
didalamnya sudah ada semenjak zaman rasulullah. Pemikiran mereka melahirkan dua
teori besar yang menjadi asal usul pembenaran kekuasaan dalam islam.
1.
TEORI AL MASHLAHAH AL MURSALAH
Teori ini
pertama kali di kemukakan oleh imam malik atau malik bin anas yang terkenal
sebagai pendiri madzhab maliki. Dalam sejarah islam maslahah mursalah dikenal
sebagai salah satu hasil ijtihad atau ra’yu manusia, dimana secara bahasa
berarti untuk kepentingan umum. Menurut imam malik, kepentingan umum atau
kemaslahatan adalah salah satu sumber syari’ah.
Al maslahah
menduduki posisi yang sangat penting dalam ketatanegaraan islam, misalnya
ketika alqur’an dan sunnah tidak menentukan bentuk pemerintahan. Maka melalui
mashlahah, manusia dapat menentukan arah pemerintahan yang sesuai dengan
kepentingan umat. Selama periode khulafaur rasyidin, sistem ini dianggap
sebagai satu-satunya sistem yang sesuai saat itu.
Seorang tokoh
lain yang sefaham dengan imam malik adalah ibnu taimiyah. Beliau memfokuskan pada
peran syariah dalam negara, dan mengizinkan alternatif-alternatif dari
institusi pokok yang digunakan manusia sesuai kebutuhan dan perkembangan
masyarakat.
2.
TEORI MULK SIYASI – NOMOKRASI.
Teori ini
dikemukakan oleh ibnu khaldun (1332-1406). Beliau menemukan suatu tipologi
negara dengan tolak ukur kekuasaan, dan membaginya menjadi dua kelompok yaitu :
negara dengan ciri kekuasaan alamiyah (mulk tabi’i) dan negara dengan kekuasaan
politik (mulk siyasi).
Negara pertama
dilambangkan dengan negara dengan kekuasaan sewenang-wenang dan cenderung
kepada hukum rimba. Sedangkan negara kedua dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu
: nomokrasi islam dan nomokrasi sekuler. Perbedaan keduanya adalah pelaksanaan
hukum syari’ah dalam kehidupan negara. Bila dalam nomokrasi islam syari’ah dan
pemikiran manusia dapat digunakan bersama, maka pada nomokrasi sekuler hanya
menggunakan kemurnian akal pemikiran manusia saja.
Karena itu,
predikat nomokrasi lebih tepat disandangkan pada negara islam. Melihat arti
dari nomokrasi sendiri yaitu “Ikekuasaan yang didasarkan pada hukum-hukum
yang berasal dari Allah, karena tuhan abstrak dan hanya hukumnya yang tertulis”.
Nomokrasi mempunyai 9 prinsip dalam pelaksanaanya, yang telah tercantum dalam
alqur’an dan hadits yaitu :
a.
Prinsip
kekuasaan sebagai amanah (QS An Nisa :58)
b.
Prinsip
musyawarah (QS. Ali Imran : 159)
c.
Prinsip
keadilan (QS.An Nisa : 135 dan QS. AL Maidah : 8)
d.
Prinsip
persamaan (QS. Al Hujarat : 13)
e.
Prinsip
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (QS. Al Isra’ : 70)
f.
Prinsip
peradilan bebas (Hadits Rasulullah dari Mu’adz bin jabal)
g.
Prinsip
kesejahteraan (ayat-ayat tentang zakat)
h.
Prinsip
perdamaian (QS.Al Baqoroh : 194)
i.
Prinsip
ketaatan rakyat. (QS. An Nisa : 59)
ANALISA
Berdasarkan paparan diatas, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan terkait teori yang dikemukaan para
cendekiawan muslim, dengan teori pemikir barat mengenai negara dan teori
pembenaran kekuasaan negara, yaitu :
1.
Didalam
islam terdapat sebuah teori tentang al mashlahah yaitu teori yang menyatakan
tentang kemaslahatan umat. Sehingga terbentuknya negara adalah demi
kelangsungan hidup manusia dan kemaslahatanya. Teori ini hampir sama dengan
teori psikologi yang menyatakan bahwa negara terbentuk untuk memeberi rasa
aman, tenteram dll.
2.
Teori
kedua adalah nomokrasi yang bertentangan dengan teori teokrasi. Teori nomokrasi
lebih tepat digunakan dalam negara islam, karena teokrasi bertentangan jauh
dengan ajaran islam. Dalam teokrasi, mereka menganggap bahwa yang memerintah
dalam suatu negara adalah tuhan atau wakil tuhan yang diwujudkan dalam rupa
pemimpin mereka, sedang dalam islam Allah tidak dipersekutukan dan abstrak.
3.
Dalam
menjalankan teori-teori diatas, umat islam selalu memakai pedoman Al-Qur’an dan
Al Hadits. Apabila kedua sumber hukum tasyri’ tersebut tidak menyebutkan hukum
atas permasalahan yang terjadi, maka para ulama menggunakan ijma’ dan Qiyas
serta ijtihad mereka untuk menentukan hukum atas permasalahan baru, namun amsih
tetap dalam koridir hukum tasyri’ yaitu Al Qur’an dan Sunnah.
4.
Berdasarkan
pemaparan mengenai teori pembenaran kekuasaan menurut islam, dapat dilihat
perbedaan kedalaman pemikiran cendekiawan muslim dan pemikir barat. Dimana
teori yang dikemukakan para ilmuan islam lebih dapat diterima akal dan diakui
secara global oleh dunia pengetahuan, seperti ibnu khaldun contohnya.
11 Maret 2012 pukul 01.19
sangat membantu sekali mba'..............
ngomong-ngomong referensinya dari mana ya............
klw bisa tlng dicantumkan referensinya....